Akhir-akhir ini, kita banyak menemukan
berbagai berita tentang kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) di berbagai media masa. Bahkan
tidak jarang, kita menemukan KDRT di lingkungan kita.
Akan tetapi, hal apa yang bisa kita
lakukan? Apakah kita sudah paham tentang lingkup KDRT
itu sendiri sehingga dapat menghindari
atau meminimalisir kejadian?
Oleh karena itu, artikel berikut ini
akan membahas tentang istilah dan siklus KDRT. Selain itu,
artikel ini akan membahas tentang
karakter korban dan pelaku KDRT agar kita dapat
mencegah atau menghindari terjadinya
KDRT di sekeliling kita.
Definisi KDRT (UU No 23/2004, Pasal 1):
KDRT adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Bentuk KDRT (Pasal 5):
Setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan
cara:
a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual
d. penelantaran rumah tangga
Siklus kekerasan dalam KDRT
Relasi Personal sering disertai dengan
siklus kekerasan, dengan pola berulang. Siklus
kekerasan ini menyebabkan korban
terus mengembangkan harapan dan mempertahankan
rasa cinta atau kasihan, membuatnya
sulit keluar dari perangkap kekerasan.
Siklus kekerasan umumnya bergulir sebagai
berikut:
• Dimulai dengan individu tertarik dan
mengembangkan hubungan
• Individu dan pasangan mulai lebih
mengenal satu sama lain, “tampil asli” dengan
karakteristik dan
tuntutan masing-masing, muncul konflik dan ketegangan.
• Terjadi ledakan dalam bentuk kekerasan
• Ketegangan mereda. Korban terkejut dan
memaknai apa yang terjadi. Pelaku bersikap
”baik” dan mungkin
meminta maaf.
• Korban merasa ”berdosa” (bila tidak
memaafkan), korban menyalahkan diri sendiri karena
merasa atau dianggap
menjadi pemicu kejadian, korban mengembangkan harapan akan
hubungan yang lebih
baik.
• Periode tenang tidak dapat bertahan.
Kembali muncul konflik dan ketegangan, disusul
ledakan kekerasan
lagi, demikian seterusnya.
• Korban “terperangkap”, merasa bingung,
takut, bersalah, tak berdaya, berharap pelaku
menepati janji untuk
tidak melakukan kekerasan lagi, dan demikian seterusnya.
• Bila tidak ada intervensi khusus
(internal, eksternal) siklus kekerasan dapat terus berputar
dengan perguliran makin
cepat, dan kekerasan makin intens.
• Sangat destruktif dan berdampak merugikan
secara psikologis (dan mungkin juga fisik).
Dampak psikologis pada korban
KDRT dapat menimbulkan dampak yang
serius pada korban dan orang terdekatnya
(misal: anak). Adanya dampak fisik
mungkin lebih tampak. Misal: luka, rasa sakit, kecacatan,
kehamilan, keguguran kandungan,
kematian. Apapun bentuk kekerasannya, selalu ada dampak
psikis dari KDRT. Dampak psikis
dapat dibedakan dalam ”dampak segera” setelah kejadian,
serta ”dampak jangka menengah atau
panjang” yang lebih menetap. Dampak segera, seperti
rasa takut dan terancam,
kebingungan, hilangnya rasa berdaya, ketidakmampuan berpikir,
konsentrasi, mimpi buruk, kewaspadaan
berlebihan. Mungkin pula terjadi gangguan makan
dan tidur.
Karakteristik korban KDRT
Seorang perempuan yang terpelajar dan
mandiri secara ekonomi, tetap dapat menjadi pribadi
yang tidak mudah mengambil
keputusan dalam menghadapi KDRT. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Karakteristik individu (pasif,
cenderung kecil hati dan tidak mampu mengambil keputusan).
2. Peristiwa masa lalu yang membekas dan
menghalangi bersikap asertif (trauma masa lalu
yang
belum terselesaikan dengan baik dan berpengaruh terhadap cara berpikir,
merasa dan
bertindak saat ini).
3. Keluarga berasal dari keluarga
konvensional dan menekankan keutuhan rumah tangga
sebagai hal
yang paling baik (ideologi gender yang kaku).
Karakteristik umum pelaku
Pelaku baik sadar atau tidak memiliki
peran gender yang kaku dan seolah-olah membenarkan
mereka untuk melakukan kekerasan
terhadap perempuan atau anak yang ada di bawah
lindungannya.
Meski demikian, ada pula karakteristik
psikologis yang berbeda, misalnya:
• Ada yang pada dasarnya memang
telah hidup dalam budaya kekerasan, melihat kekerasan
sebagai
cara menyelesaikan konflik dan mendapatkan hal yang diinginkan. Misal,
orang dengan
kepribadian ”preman”.
• Ada yang mungkin tampak
baik-baik saja di depan orang yang tidak mengenal secara dekat.
Ia terkesan sopan dan bersedia bekerja sama. Akan tetapi secara
khusus orang ini
berpandangan rendah tentang perempuan dan menuntut perempuan
untuk patuh, melayani,
mengikuti
hal yang diinginkan. Ia tersosialisasi untuk mengembangkan
dominasi yang besar
atas
perempuan. Sebagai kepala keluarga, ia juga menuntut anak untuk
patuh.
• Dekat dengan ciri di atas,
pelaku yang dibesarkan dalam lingkungan disiplin bernuansa
kekerasan di
masa kecil akan mengambil pola yang sama untuk keluarganya ketika dewasa.
Tanda-tanda potensi pelaku KDRT sebelum
menikah:
• Cenderung kasar pada semua
orang. Misal: pada teman, saat menyetir mobil, di tempat
umum, dan
keluarga sendiri. Ia mudah tersinggung dan marah, ketika marah bersikap
kasar.
• Dalam keluarganya, kita melihat
kebiasaan kekerasan, kurang peduli pada orang lain, mau
menang
sendiri, tidak mau berbagi. Ayah mungkin memberikan contoh kekerasan
dan
anak-anak menirunya.
• Ia mungkin egois dan selalu
memikirkan kepentingannya sendiri, enggan berbagi. Orang lain
yang harus
menjaga perasaan dan lebih banyak menyesuaikan diri.
• Ia tidak terlihat kasar saat
pergaulan sehari-hari, tetapi terkesan tidak dapat mengendalikan
diri saat kecewa
atau marah. Bila kecewa atau marah, ia dapat bersikap kasar, bertingkah
laku
membahayakan, dan
membuat orang merasa takut.
• Ia mudah curiga pada orang lain,
mudah menyalahkan, banyak berpikiran buruk, khususnya
perilaku
pasangan.
• Ia posesif dan tidak memberikan
ruang pribadi bagi kita.
• Ia cenderung meyakini pembagian
peran gender yang kaku, menempatkan laki-laki sebagai
penentu.
• Ia tidak menunjukkan penyesalah
setelah berbuat salah atau menyakiti orang lain. Ia malah
mempersalahkan orang lain atas kekasaran yang dilakukannya.
• Ia senang berjudi, minum dan
mabuk, terlibat penggunaan obat-obatan bahkan hingga
kecanduan.
Jika kita telah mengenali karakter
pelaku KDRT, maka akan lebih baik ketika kita dapat
melakukan tindakan pencegahan
sebelum terjadi sesuatu yang lebih serius. berikut adalah salah satu berita
mengenai fenomena KDRT di indonesia
Polisi di Riau diduga sering pukuli istri hingga
hilang ingatan
Merdeka.com - Dmuharmi (41), warga Jalan Kaharuddin Nasution Pekanbaru,
melaporkan Brigadir EF (44), seorang anggota polisi Polsek Sukajadi ke polisi.
Sebab, EF diduga melakukan penganiayaan terhadap istrinya, Syahdian Abdi Putri
(39).
Pelapor merupakan sepupu Syahdian. Karena sering dipukuli EF, Syahdian kini mengalami hilang ingatan atau amnesia.
Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan akan mengusut kasus ini. ''Laporan terkait hal itu sudah diterima. Saat ini masih dilakukan penyelidikan. Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut akan diperiksa,'' jelasnya, Senin (17/3).
Dalam laporan yang dibuatnya, Dmuharmi memaparkan apa yang menimpa korban terjadi pada Jumat (14/3) siang sekitar pukul 14.30 WIB. Saat itu, korban sedang berada di rumahnya, diduga dianiaya oleh EF. Kemudian melaporkannya pada Sabtu (15/3).
Akibat penganiayaan ini, korban mengalami luka lebam di sekitar kepalanya. Dalam laporannya, Dmuharmi melaporkan bahwa korban yang dulunya baik-baik saja sekarang seperti orang hilang ingatan akibat sering dipukuli dan diberi obat yang tidak jelas oleh pelaku.
Tak terima dengan perlakuan kasar, Dmuharmi berharap EF dapat diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Apalagi perbuatan EF sudah keterlaluan.
Pelapor merupakan sepupu Syahdian. Karena sering dipukuli EF, Syahdian kini mengalami hilang ingatan atau amnesia.
Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan akan mengusut kasus ini. ''Laporan terkait hal itu sudah diterima. Saat ini masih dilakukan penyelidikan. Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut akan diperiksa,'' jelasnya, Senin (17/3).
Dalam laporan yang dibuatnya, Dmuharmi memaparkan apa yang menimpa korban terjadi pada Jumat (14/3) siang sekitar pukul 14.30 WIB. Saat itu, korban sedang berada di rumahnya, diduga dianiaya oleh EF. Kemudian melaporkannya pada Sabtu (15/3).
Akibat penganiayaan ini, korban mengalami luka lebam di sekitar kepalanya. Dalam laporannya, Dmuharmi melaporkan bahwa korban yang dulunya baik-baik saja sekarang seperti orang hilang ingatan akibat sering dipukuli dan diberi obat yang tidak jelas oleh pelaku.
Tak terima dengan perlakuan kasar, Dmuharmi berharap EF dapat diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Apalagi perbuatan EF sudah keterlaluan.
Sumber:
·
Poerwandari, K. & Lianawati, E. 2010. Petunjuk penjabaran kekerasan
psikis menindaklanjuti laporan kekerasan psikis. Jakarta: Program
Studi Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia
·
Poerwandari, K. 2008. Penguatan psikologis untuk menanggulangi kekerasan
dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Jakarta: Program Studi
Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia
·
http://www.merdeka.com/peristiwa/polisi-di-riau-diduga-sering-pukuli-istri-hingga-hilang-ingatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar